watch sexy videos at nza-vids!

 Cerita dewasa Cerita Seks pejuh

Silahkan baca cerita seks sepuasnya



Cerita Sex SMP

Sore itu, aku gerah sekali. Aku mengenakan kain
sarung. Biasa itu aku lakukan untuk mengusir rasa
gerah. Semua keluargatau itu. Kali ini seperti biasanya
aku mengenakan kain sarung tanpa baju seperti
biasanya, hanya saja kali ini aku tidak mengenakan
CD. “Wandy (nama samaran)…ibu pergi dulu ya. Temani
Shindy, ya,” ibu kosku setengah berteriak dari ruang
tamu. “Ok…bu!”jawabku singkat. Aku duduk di tempat
tidurku sembari membaca novel Pramoedya Ananta
Toer. AKu mendengar suara pintu tertutup dan Shindy
menguncinya. Tak lama Shindy datang ke kamarku.
Dia hanya memakai minishirt. Mungkin karean gerah
juga. Terlihat jelas olehku, teteknya yang mungil baru tumbuh membayang. Pentilnya yang aku rasa baru
sebesar beras menyembul dari balik minishirt itu.
Shindy baru saja mandi. Memakai celana hotpant.
Entah kenapa, tiba-tiba burungku menggeliat. Saat
Shindy mendekatiku, langsung dia kupeluk dan
kucium pipinya. Mencium pipinya, sudah menjadi hal yang biasa. Di depan ibu dan ayahnya, aku sudah
beberapa kali mencium pipinya, terkadang mencubit
pipi montok putih mulus itu. Shindy pun kupangku. Kupeluk dengannafsu. Dia diam
saja, karen tak tau apa yang bakal tejadi. Setelah puas
mencium kedua pipinya, kini kucium bibirnya. Biobir
bagian bawah yang tipis itu kusedot perlahan sekali
dengan lembut. Shindy menatapku dalam diam. Aku
tersenyum dan Shindy membalas senyumku. Shindy berontak sat lidahku memasuki mulutnya. Tapi aku
tetap mengelus-elus rambutnya. “Ulurkan lidahmu, nanti kamu akan tau, betapa
enaknya,” kataku berusaha menggunakan bahasa
anak-anak. “Ah…jijik,”katanya. Aku terus merayunya dengan
lembut. Akhirnya Shindy menurutinya. Aku mengulum
bibirnya dengan lembut. Sebaliknya kuajari dia
mkenyedot-nyedot lidahku. Sebelumnya aku
mengatakan, kalau aku sudah sikat gigi. “Bagaimana, enak kan?” kataku. Shindy diam saja.
Aku berjanji akan memberikan yang lebih nikmat lagi.
Shindy mengangukkan kepalanya. Dia mau yang lebih
nikmat lagi. Dengan pelan kubuka minishirt-nya. “Malu dong kak?” katanya. Aku meyakinkannya,
kalau kami hanya berdua di rumah dan tak akan ada
yang melihat. Aku bujuk dia kalau kalau mau tau rasa
enak dan nanti akan kubawa jajan. Bujukanku
mengena. Perlahan kubuka minishirt-nya. Bul….buah
dadanya yang baru tumbuh itu menyembul. Benar saja, pentilnya masih sebesar beras. Dengan lembut
dan sangat hati-hati, kujilati teteknya itu. Lidahku
bermain di pentil teteknya. Kiri dan kanan. Kulihat
Shindy mulai kegelian. “Bagaimana…enakkan? Mau diterusin atau stop
aja?” tanyaku. Shindy hanya tersenyum saja. Kuturunkan dia dari pangkuanku. Lalu kuminta dia
bertelanjang. Mulanya dia menolak, tapi aku terus
membujuknya dan akupun melepaskan kain
sarungku, hingga aku lebih dulu telanjang. Perlahan
kubuka celana pendeknya dan kolornya. Lalu dia
kupangku lagi. Kini belahan vaginanya kurapatkan ke burungku yang sudah berdiri tegak bagai tiang
bendera. Tubuhnya yang mungil menempel di
tubuhku. Kami berpelukan dan bergantian menyedot
bibir dan lidah. Dengan cepat sekali Shindy dapat
mempelajari apa yang kusarankan. Dia benar-benar
menikmati jilatanku pada teteknya yang mungil itu. “Shindy mau lebih enak lagi enggak?” tanyaku.
Lagi-lagi Shindy diam. Kutidurkan dia di atas tempat
tidurku. Lalu kukangkangkan kedua pahanya. Vagina
mulus tanpa bulu dan bibir itu, begitu indahnya. Mulai
kujilati vaginanya. Dengan lidah secara lembut
kuarahkan lidahku pada klitorisnya. Naik-turun, naik- turun. Kulihat Shindy memejamkan matanya. “Bagaimana, nikmat?” tanyaku. Lagi-lagi Shindy
yang suka grusah grusuh itu diam saja. Kulanjutkan
menjilati vaginanya. Aku belum sampai hati merusak
perawannya. Dia harus tetap perawan, pikirku. Shindy
pun menggelinjang. Tiba-tiba dia minta berhenti. Saat
aku memberhentikannya, dia dengan cepat berlari ke kamar mandi. Aku mendengar suara, Shindy sedang
kencing. AKua mengerti, kalau Shindy masih kecil.
Setelah dia cebok, dia kembali lagi ke kamarku. Shindy meminta lagi, agar teteknya dijilati. Nanti kalau
sudah tetek di jilati, ***** Shindy jilati lagi ya Kak?
katanya. Aku tersenyum. Dia sudah dapat rasa nikmat
pikirku. Aku mengangguk. Setelah dia kurebahkan
kembali di tempat tidur, kukangkangkan kedua
pahanya. Kini burungku kugesek-gesekkan ke vaginanya. Kucari klitorisnya. Pada klitoris itulah
kepala burungku kugesek-gesekkan. Aku sengaja
memegang burungku, agar tak sampai merusak
Shindy. Sementara lidahku, terus menjilati puting
teteknya. Aku merasa tak puas. Walaupun aku laki-
laki, aku selalu menyediakan lotion di kamarku, kalau hari panas lotion itu mampu mengghilangkan
kegerahan pada kulitku. Dengan cepat lotion itu
kuolesi pada bvurungku. Lalu kuolesi pula pada
vagina Shindy dan selangkangannya. Kini Shindy
kembali kupangku. Vaginanya yang sudah licin dan burungku yang sudah
licin, berlaga. Kugesek-gesek. Pantatnya yang mungil
kumaju-mundurkan. Tangan kananku berada di
pantatnya agar mudah memaju-mundurkannya.
Sebelah lagi tanganku memeluk tubuhnya. Dadanya
yang ditumbuhi tetek munguil itu merapat ke perutku. Aku tertunduk untuk menjilati lehernya. Rasa licin
akibat lotion membuat Shindy semakin kuat memeluk
leherku. Aku juga memeluknya erat. Kini bungkahan
lahar mau meletus dari burungku. Dengan cepat
kuarahkan kepala burungku ke lubang vaginanya.
Setelah menempel dengan cepat tanganku mengocok burung yang tegang itu. Dan crooot…crooot…crooot.
Spermaku keluar. Aku yakin, dia sperma itu akan
muncrat di lubang vagina Shindy. Kini tubuh Shindy
kudekap kuat. Shindy membalas dekapanku.
Nafasnya semakin tak teratur. “Ah…kak, Shindy mau pipis nih,” katanya. “Pipis saja,” kataku sembari memeluknya semakin
erat. Shindy membalas pelukanku lebih erat lagi.
Kedua kakinya menjepit pinggangku, kuat sekali. Aku
membiarkannya memperlakukan aku demikian. Tak
lama. Perlahan-lahan jepitan kedua aki Shindy
melemas. Rangkulannya pada leherku, juga melemas. Dengan kasih sayang, aku mencium pipinya.
Kugendong dia ke kamar mandi. Aku tak melihat ada
sperma di selangkangannya. Mungkinkah spermaku
memasuki vaginanya? Aku tak perduli, karean aku
tau Shindy belum haid. Kupakaikan pakaiannya, setelah di kamar. Aku makai
kain sarungku. Mari kita bobo, kataku. Shindy
menganguk. “Besok lagi, ya Kak,” katanya. “Ya..besok lagi atau nanti. Tapi ini rahasia kita
berdua ya. Tak boleh diketahui oleh siapapun juga,”
kataku. Shindy mengangguk. Kucium pipinya dan
kami tertidur pulas di kamar. Kami terbangun, setelah terdengar suara bell. Shindy
kubangunkan untuk membuka pintu. Mamanya
pulang dengan papanya. Sedang aku pura-pura
tertidur. Jantungku berdetak keras. Apakah Shindy
menceritakan kejadian itu kepada mamanya atau
tidak. Ternyata tidak. Shindy hanya bercerita, kalau dia ketiduran di sampingku yang katanya masih
tertidur pulas. “Sudah buat PR, tanya papanya. “Sudah siap, dibantu kakak tadi,” katanya.
Ternyata Shindy secara refleks sudah pandai
berbohong. Selamat, pikirku. Setelah itu, setiap kali ada kesempatan, kami selalu
bertelanjang. Jika kesempatan sempit, kami hanya
cipokan saja. Aku menggendongnya lalu mencium
bibirnya.
Hal itu kami lakukan 16 bulan lamanya, sampai aku
jadi sarjana dan aku harus mencari pekerjaan. Malam perpisahan, kami melakukannya. Karena
terlalu sering melaga kepala burungku ke vaginanya,
ketika kukuakkan vaginanya, aku melihat selaput
daranya masioh utuh. Masa depannya pasti masih
baik, pikirku. Aku tak merusak vagina mungil itu. Sesekali aku merindukan Shindy, setelah lima tahun
kejadian. AKu tak tahu sebesar apa teteknya
sekarang, apakah dia ketagihan atau tidak. Kalau
ketagihan, apakah perawannya sudah jebol atau
tidak. Semoga saja tidak.

Back to posts
Post a comment


8
75806